ulie said

TiDak AdA mAnuSiA YanG Bod0H
yAnG aDa HanYa MaNusIa yANg MalAS

Selasa, 26 April 2011

sebuah tanya dari dalam hati nurani

Bom. Lagi-lagi bom. Seakan tak ada habis-habisnya ‘benda’ itu diledakkan dan selalu saja mengatas namakan agama. Ckckckck, benarkah semua itu atas nama agama? Atau hanya sebuah legimitasi semata?
Bukan bermaksud berpikiran plural atau apa, tapi dimana-mana yang namanya agama selalu mengajarkan untuk saling menyayangi bukan sebaliknya saling menghancurkan dan membunuh.

Dengan mengkambing hitamkan kata-kata ‘JIHAD’ mereka telah menodai agama, sadar atau tidak. Padahal untuk berjihad fi sabililah banyak jalannya, bukan cuma membunuh dan membunuh. Didunia yang semakin tua ini, begitu banyak tersedia untuk menegakkan panji-panji agama, tapi meledakkan bom bukanlah salah satu didalamnya.

Mengajar anak-anak yang kurang mampu dalam tenda-tenda darurat, mengajarkan baca tulis pada orang-orang dewasa yang tidak pernah sekolah, mengasuh anak jalanan, mengajarkan keterampilan pada kaum papa agar mereka dapat mandiri, dsb dll. Begitu banyak hal yang bisa dilakukan untuk melakukan JIHAD, dari A sampe Z bahkan lebih banyak dari yang kita bisa bayangkan. Ketika semua itu bisa kita lakukan, berjihad dengan tenang dan benar-benar bermanfaat, masihkah JIHAD menggunakan bom, yang nota bene hanya membuat kerugian, harus tetap dilakukan?

Saat bom diledakkan, korbannya bukan hanya sasaran mereka, tapi juga orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya dan tidak bersalah ikut terbunuh dengan kejamnya.
Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa keluar menyerang, kemudian ia menghantam orang yang baik dan jahat, ia tidak menghindari orang mukmin dan orang yang dapat jaminan perlindungan, maka ia bukan termasuk golonganku” dan dalam satu riwayat “dan aku bukan termasuk bagian dari dia.” (HR Muslim, dari Abu Hurairah).

Jadi, apa manfaat yang didapat ‘mujahid’ dari jihadnya bila ia justru masuk dalam ancaman hadist ini dan keluar dari golongan Rasulullah SAW dan dari jihadnya?

Galilah lebih dalam kedalam diri, apakah benar semua itu atas nama agama? Atau hanya sebuah legitimasi hawa nafsu keserakahan? Karena bila mengatas namakan agama, agama yang mana? Toh semua agama tidak ada yang pernah mengajarkan untuk menyakiti orang lain bahkan hingga menghabisi nyawa sesamanya…..

Apapun namanya, meledakkan bom ditengah-tengah masyarakat tidaklah bisa dikatakan benar atau jihad. Diantara mereka yang meninggal karena bom itu pastilah ada nyawa-nyawa yang tidak bersalah dan tidak tau menahu tentang masalah itu, mereka hanyalah korban atas pengatasnamaan agama.

Takutlah kepada Allah SWT! Takutlah kepada Allah dalam urusan kehormatan dan darah kaum muslimin. Takutlah kepada Allah SWT! Takutlah kepada Allah dalam urusan jihad dan hasil-hasilnya.

Bila memang merasa marah dan dendam pada seseorang mengapa harus membunuh memakai bom? Kenapa tidak menggunakan pistol atau senjata lainnya, yang tidak akan mengorbankan darah orang-orang tidak bersalah?

Garam vs kesehatan

Garam tanpa disadari bagaikan dua bilah mata pisau. Disatu sisi, baik untuk kesehatan bahkan sangat diperlukan, sementara disisi lain seperti boomerang yang mengintai nyawa setiap saat.
Nah loh, bingung kan?! Gimana mungkin bumbu dapur yang murah meriah itu bisa mengancam keselamatan jiwa? Percaya nggak percaya, itulah kenyataannya.
Psst, ternyata eh ternyata, garam sudah terkenal loh sejak masa pra sejarah, tepatnya masa Neolitikum. Pada saat itu, manusianya membuat garam dengan cara merebus air laut.
Ditahun 6000 SM, orang Cina memproduksi garam dari danau Xiechi, propinsi Xanshi. Sedangkan bangsa mesir, 2800 SM, menggunakan garam untuk mengawetkan daging atau pun ikan yang akan dikirim ke Lebanon dan Syiria.
Wuiiiih pada nggak nyangka kan, kalo peradaban garam sudah sedemikian tua dan terkenal itu?!
Satu lagi ‘terobosan’ dari garam, ia dipercaya berkhasiat menjaga kesehatan kulit. Karena itulah, banyak sekali produk kosmetik yang menggunakan garam dari air laut. Lumpur laut mati dan air laut mati pun tidak luput dari ‘serangan’ para turis, disebabkan kadar garamnya yang tinggi.
Sumber utama garam adalah air laut yang dikeringkan. Bisa melalui proses tradisional yaitu mengeringkannya dibawah sinar matahari beberapa hari. Busa juga melalui proses modern, yaitu menggunakan panci-panci besar yang berfungsi memanaskan air laut. Cara terakhir ini paling sering digunakan di pabrik-pabrik besar. Dan proses selanjutnya, garam diolah sesuai dengan ajuran pemerintah agar garam ditambah yodium.
Yodium ini berfungsi mengoptimalkan metabolism kelenjar tiroid atau gondok. Salah satu gejala kekurangan yodium menyebabkan penyakit goiter atau gondok endemis yang biasanya ditemukan pada masyarakat daerah pegunungan kapur.
Selain memberi rasa pada makanan, garam juga berfungsi menjaga keseimbangan elektrolit. Natrium dan Klorida adalah komponen utama dari garam dapur. Dan Natriumlah yang memainkan peranan penting menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh manusia.
Kebutuhan Natrium manusia perhari adalah 1100 – 3300 mg. sementara FDA (Food and Drug Administration) Amerika, menganjurkan Natrium dibawah 2400 mg perhari.
Dan menurut WHO, konsumsi garam yang baik adalah 6 g perhari. Jumlah ini setara dengan 1,5 sendok teh garam, sedangkan untuk pasien hipertensi, konsumsi garam yang dianjurkan adalah 4 g perhari atau setara dengan 1 sendok teh.
Jika tidak dibatasi, konsumsi garam yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah yang otomatis akan mempertinggi resiko penyakit lain, seperti Store, Jantung Koroner dan Gagal Jantung.
Makanan-makanan yang tanpa kita sadari telah menyumbang begitu banyak Natrium kedalam tubuh diantaranya Ikan asin, bumbu siap saji, kecap, saus tomat, cemilan terutama cemilan kemasan, mi instan, daging asap serta makanan kaleng seperti sayuran atau sup.

Sebuah hasil penelitian menyebut, dengan mengurangi asupan garam 10% saja, bisa menyelamatkan ribuan orang dan menghemat biaya pengobatan jutaan dollar Amerika.

Dr. Crystal Smith-Spangler, ketua tim penelitian dalam riset yang dimuat jurnal Annals of Internal Medicine edisi maret mengatakan, meski dalam ukuran orang per orang, mengurangi garam dampaknya kecil terhadap penurunan tekanan darah, namun dalam skala populasi yang lebih besar, dampaknya sangat signifikan mengurangi kejadian penyakit kardiovaskuler dan biaya pengobatan.

Dr. Walter Willet, ahli nutrisi dan epidemiologis di Harvard School of Public Health menuturkan, studi itu menguatkan kesimpulan mengenai pentingnya setiap negara mengurangi kadar garam dalam produk makanan olahan yang mampu menyelamatkan ribuan nyawa dengan biaya minimal.

Menanggapi studi tersebut, Dr. Thomas R. Frieden, direktur Centers for Disease Control and Prevention mengatakan, terlalu banyak asupan garam bertanggung jawab atas 100 ribu kematian setiap tahun di Amerika Serikat.



So, dari sekarang nggak ada salahnya dong kalo kita mulai mengurangi garam dalam makanan kita. Memang sih awalnya akan terasa sangat ‘aneh’. Tapi harus diingat juga bahwa makan tidak hanya sekedar kenyang, makan pun tidak hanya sekedar rasa, tapi yang terpenting adalah untuk kesehatan.