ulie said

TiDak AdA mAnuSiA YanG Bod0H
yAnG aDa HanYa MaNusIa yANg MalAS

Sabtu, 27 November 2010

apa yang diniat, itu yang di dapat

Masalah Niat, Perkara Berat

Niat bukanlah perkara sepele, nilai seluruh kegiatan kita ditentukan oleh niat! Bahkan satu aktivitas yang sama, bisa beda jauh nilainya hanya gara-gara niat.

Contoh, ada orang yang bekerja sekedar untuk dapat gaji (kebanyakan orang begini), ada yang bekerja untuk aktualisasi diri, ada yang bekerja supaya tidak dicap pengangguran, ada yang bekerja untuk mencari jodoh, ada yang bekerja untuk mendapatkan teman, ada yang bekerja untuk ibadah (ahli bekam yang tidak menentukan tarif misalnya), dan berjuta niat lainnya.

Sama juga dengan belajar, tidur, mandi, menonton TV, mendengar radio, menulis cerpen, baca buku, berpakaian, berdandan, berbelanja, belajar bahasa asing, bahkan shalat, puasa, sedekah, keseluruhan amalan kita juga ditentukan oleh niat dalam hati. Coba perhatikan, apa sih niat kita ketika memakai parfum hari ini?

Jika kita melakukan sesuatu hanya untuk hal yang bersifat keduniaan, nilai niat kita itu rendah, karena dunia sifatnya sementara dan semu, tapi jika kita mengerjakan sesuatu dengan niat ibadah, maka kita berhasil meninggikan nilai perbuatan kita itu, karena tidak semata-mata mengharapkan dunia, tapi juga berpikir mengenai kehidupan kelak di negeri akhirat.

Lagipula, bukankah Allah telah menyatakan bahwa manusia hidup di muka bumi hanya untuk beribadah pada-Nya? Maksud ibadah di sini bukan sekedar ibadah khusus yang bersifat ritual, kan tidak mungkin dong kita shalat terus-menerus 24 jam sehari, atau puasa 30 hari sebulan, atau membaca Quran non-stop hingga seminggu. No way! Lagipula memang bukan itu yang diminta.

Maka, ibadah yang dimaksud bisa jadi telah dapat dipenuhi hanya dengan memasang niat yang benar. Bukankah ketika kita telah berniat melakukan suatu kebaikan, kita telah memperoleh satu pahala kebaikan tersebut, dan jika niat itu benar-benar dikerjakan maka kita mendapat satu pahala lagi, jadi double pahalanya!

So, niat itu sangat penting diperhatikan!



Sayangnya... Niat Tak Terlihat

Yang membuat perkara niat ini semakin berat, terkadang kita sendiri tidak menyadari apakah niat kita sudah tepat belum. Misalnya saat kita memberi recehan pada pengamen di bis, kita tidak sadar bahwa kita hanya memasang niat begini... "Ah, males masukin kembalian logaman ke tas, buat pengamen itu aja deh!"

Ya ampyun, sayang banget kan? Soalnya... apa yang kita niat, itu yang kita dapat! Jadi ketika kita bersedekah hanya karena malas memasukkan uang kembalian ke dalam tas, ya sudah... kita tidak dapat nilai tambahan apapun dari amalan itu. Wuih!

Bodohnya... banyak sekali orang yang hanya memasang niat "rendah" untuk seluruh aktivitas hidupnya tanpa merasa rugi (mungkin kita termasuk). Mereka mandi supaya tidak bau, tidur untuk menghilangkan kantuk, makan supaya hilang lapar, baik pada atasan supaya naik jabatan, lembur supaya dapat makan malam gratis dan tambahan gaji, mengerjakan tugas supaya tidak dihukum.

Padahal niat kan hanya masalah hati, apa susahnya kalau memasang niat yang lebih "tinggi" dari sekedar hal duniawi? Misalnya... mandi karena Islam menyukai kebersihan, dan kebersihan adalah sebagian dari iman, kemudian tidur agar tubuh beristirahat dan mampu menunaikan amanah dengan baik keesokan harinya, makan agar tubuh sehat, karena Allah menyukai muslim yang kuat, baik pada atasan karena Allah menyuruh kita menaati pimpinan, mengerjakan tugas dengan baik karena Allah menyukai orang-orang yang menunaikan amanah.

Niat memang tak terlihat, tapi bukankah bisa dikontrol dan dibiasakan?


Jangan Mau Rugi!

Seandainya kita mendapat kesempatan bertemu dengan seorang kaya raya yang punya segalanya, dermawan, rupawan (cantik/ ganteng), cerdas, sabar, sebut saja sebagai Mr./Mrs. Perfect, dan ia bersedia mengabulkan apapun yang kita minta tanpa kecuali (wow!). Sekarang pikirkan dengan jernih, apa kira-kira yang akan kita minta padanya?

Uang? Mobil? Laptop plus modem internet? Blackberry? Minta perusahaan? Minta rumah idaman? Minta beasiswa ke luar negeri? Atau apa?

Rasanya rugi banget kalau hanya minta hal-hal yang kita butuhkan sementara itu saja. Bukankah lebih cerdas kalau kita minta cintanya saja sekalian?

Loh kok?

Iya dong... karena jika ia telah cinta pada kita, bahkan tanpa kita minta... ia akan memenuhi segala kebutuhan kita. Iya kan? (Mungkin cara ini yang sekarang sedang tren dilakukan oleh para artis, menikah dengan pengusaha tajir, tapi kita tidak sedang membicarakan perihal artis-artis ini, apalagi memuji mereka cerdas).

Jika Mr./Mrs. Perfect telah mencintai kita, tentu ia tidak akan sekedar memenuhi segala kebutuhan materi saja, tapi juga kebutuhan kita akan perlindungan, pengayoman, hiburan, nasehat, yang mungkin tidak akan kita peroleh jika hanya meminta barang-barang bersifat fisik padanya. Hmm...

Apakah kita sepakat mengenai cara cerdas ini? Jangan mau rugi!

Setuju?

Nah, sekarang sadarilah, bahwa sang Maha Kaya itu adalah Allah, Ia memiliki segalanya, dan memiliki 99 sifat luar biasa yang terlihat dalam asmaaul husna, Sabar iya... Cerdas iya... Penyayang iya... Dermawan iya... perfect bukan? Dan yang luar biasa, Ia bersedia mengabulkan segala yang kita minta pada-Nya! Dia malah menyuruh kita untuk meminta hanya pada-Nya!

Bukankah rugi dan amat bodoh kalau kita sekedar minta keperluan kita yang remeh-temeh saja? Kenapa tidak sekalian meminta cinta-Nya saja? Bukankah jika Allah mencintai kita, kita tidak perlu takut kekurangan apa pun lagi.

Oleh karena itu, mengapa kita tidak meniatkan segala perbuatan yang kita lakukan di dunia ini adalah demi memperoleh cinta Allah? Toh kita hidup di dunia tidak lama, paling mantap 140 tahun (menurut sensus), itu pun jarang sekali.
Niat Karena Allah, Seperti Apa Sih?

Meniatkan sesuatu karena Allah adalah sesuatu yang gampang diucapkan tapi tidak mudah dipraktekkan. Karena ini merupakan hal yang paling ideal. Memang idealnya kita melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu hanya karena Allah semata, tapi konkretnya seperti apa?

Misalnya begini... ketika kita bekerja, niat kita adalah karena Allah, karena memang Allah membenci orang yang mengemis dan bergantung pada orang lain. Jadi kita tidak mau mengandalkan duit orangtua bukan karena pemberian orangtua dianggap kurang. Sehingga meskipun kita jadi tukang sayur, tukang ojek, tukang antar gas, tukang sampah, tidak merasa malu apalagi minder, dan meski kita menjadi pegawai pajak, menteri, presiden, atau apapun, kita tidak akan melakukan hal yang bertentangan dengan aturan Allah, karena niat kita bukan untuk jabatan, pangkat, atau nominal pendapatan.

Lalu, ketika kita belajar, niat kita juga karena Allah, bukankah Allah dan Rasul-Nya menyuruh kita belajar sampai akhir hayat? Jadi kita tidak hanya belajar sekedar kalau ada ulangan, kalau disuruh orangtua, kalau masih di bangku sekolahan atau kuliah, tapi kita belajar setiap waktu, bahkan meski sudah punya cucu dan cicit sekalipun, kita belajar dari tiap pengalaman, kesalahan, dan belajar mengambil hikmah dari segala peristiwa.

Atau, kita tidak melakukan sesuatu juga karena Allah. Kita berniat tidak pacaran atau menonton video porno bukan karena takut diomeli ortu, atau supaya dilihat orang sebagai orang alim, tidak! Melainkan karena tahu bahwa Allah membenci orang yang memperturutkan hawa nafsu.

Juga, kita menolak untuk membeli barang mewah (contoh: sepatu seharga sejuta, kaos oblong seharga lima ratus ribu, hape seharga sebelas juta) atau mengadakan pesta berbiaya besar (pesta nikah ratusan juta bahkan milyaran, pesta ultah jutaan rupiah) bukannya karena tidak mampu, melainkan karena tahu Allah tidak menyukai segala yang berlebihan!

Begitulah, niat karena Allah berarti menjadikan Allah sebagai tujuan dari setiap perbuatan kita.



Niat Tidak Hanya Di Awal

Sering kita menganggap bahwa niat hanya ada di awal perbuatan, kita lupa bahwa manusia punya nafsu, dan iblis bisa mengalir di darah manusia. Artinya... meski niat awalnya sih baik, tapi di tengah-tengah tetap saja bisa tergelincir, artinya... niat bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, oleh karena itu sangat dibutuhkan pengontrolan dan pembaharuan niat secara berkala, tiap harinya.

Lagipula... kalau untuk mendapatkan cinta "gebetan" aja diperlukan pengorbanan dan melewati berderet cobaan, apalagi untuk mendapatkan cinta Allah! Sudahlah pasti banyak ujian yang bisa memperlihatkan kesungguhan niat kita. Jadi jangan sampai merasa kita sudah ikhlas dan sudah memasang niat yang benar ketika kita berbuat suatu kebaikan, tapi setelah itu seluruh orang tahu bahwa kita sudah melakukan kebaikan ini dan itu. Wah... itu sih riya namanya, alias pamer. Dan Allah tidak menyukai orang yang pamer.



Apa yang Diniat, Itu yang Didapat

Berikut merupakan tips agar kita tidak menjadi orang yang rugi, yaitu orang-orang yang melakukan perbuatan baik, tapi niatnya keliru atau bernilai rendah karena hanya mengharapkan dunia:

1. Selalu awasi hati kita. Apa sih niat kita melakukan sesuatu? Contoh: Benarkah kita pedekate ke guru/ dosen demi menimba ilmu darinya? Atau karena ingin dapat nilai lebih tinggi dibanding kawan yang lain? Apa sih tujuan kita bersahabat dengan si fulanah yang tajir itu? Benar-benar ingin jadi sobat baik atau agar terciprat traktirannya? Dll.
2. Memperbaharui niat ketika merasa ada yang tidak beres. Meskipun niat tidak terlihat, tapi gelagatnya bisa loh terendus! Misalnya, kita ngakunya niat kerja demi Allah... eeh begitu di tengah-tengah tahun gaji diturunkan, semangat kerja juga jadi kendor. Bukannya evaluasi apakah kinerja kita kurang dari harapan, kita malah loyo.
3. Biasakan Niat Tinggi. Pasanglah niat yang tidak hanya bersifat keduniaan, agar perbuatan kita bisa memperoleh berkah Allah. Coba rasakan perbedaan uang yang didapat memang dengan niat pengen dapat duit, dengan uang yang didapat tidak dengan niat tersebut, pasti jauh berbeda! Uang yang diberkahi bisa bermanfaat lebih besar dan bisa membawa kebahagiaan lebih dalam.
4. Jangan ucapkan niat kita pada orang lain. Jika niat kita memang sudah benar, jangan sampai kita membuatnya jadi tidak benar hanya gara-gara mulut kita gatel untuk pamer ke orang lain.

tapi jangan salah! Bukannya kita tidak boleh meminta dunia, sangat boleh... Allah pun menyuruh kita untuk tidak melupakan bagian hidup kita di dunia ini, hanya saja... kalau kita bisa mendapat lebih dari itu, kenapa kita puas hanya dengan mendapat dunia?

Bukankah Allah menjanjikan... orang-orang yang meminta dunia ini, Ia akan segera memberikannya, sedangkan orang-orang yang meminta akhirat, Allah akan memberi 2: dunia dan akhirat sekaligus untuknya. So, apa yang diniat itu yang didapat! Niat itu sama seperti permintaan, maka mintalah yang tertinggi! Mintalah firdaus... mintalah cinta Allah, hasbiyallah... cukuplah Allah yang menjadi alasan kita bahagia.

(annida online)

Kamis, 25 November 2010

cintailah apa adanya

Sebut saja dia Dini, suami Dini adalah seorang insinyur. Awalnya Dini menyintai sifat Danu yang alami dan sebuah perasaan hangat akan muncul ketika ia bersandar dibahu Danu yang bidang.

Tiga tahun masa perkenalan dan dua tahun masa pernikahan, mulai membuatnya lelah. Alasan-alasan awal ia menyintai Danu kini telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Dini seorang wanita yang sentimental dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Ia merindukan saat-saat romantis seperti sorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu itdak pernah didapatkannya, karena Danu jauh berbeda dari yang diharapkannya. Rasa sensitive yang kurang dan ketidakmampuan Danu dalam menciptakan suasana romantis dalam pernikahan membuat Dini ‘mementahkan’ semua harapan akan cinta yang ideal.

Suatu hari Dini memberanikan diri untuk mengatakan keputusan terbesar kedua dalam hidupnya setelah pernikahan, yaitu perceraian.

“Mengapa?,” tanya Danu terkejut tak menyangka Dini akan mengajukan hal itu.

“Aku lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang ku inginkan,”

Danu terdiam dan termenung sepanjang malam didepan komputernya seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan Dini semakin bertambah, “bila seorang pria tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa aku harapkan darinya?,” pikir Dini kemudian.

“Apa yang bisa dapat aku lakukan untuk merubah pikiranmu?,” tanya Danu dengan berharap perceraian itu tidak terjadi.

Dini menatap mata Danu dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, “aku punya pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya didalam hatiku, aku akan merubah pikiranku.” Danu terdiam menunggu pertanyaan apa yang akan diajukan padanya.

“Seandainya, aku menyukai setangkai bunga indah yang ada ditebing gunung dan kita berdua tau jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan tetap melakukannya, mengambilkan bunga itu untukku?,”

Danu termenung beberapa saat sebelum menjawab, “aku akan memberikan jawabannya besok,” Hati Dini langsung berubah gundah mendengar respon Danu.

Keesokan paginya, Dini tak menemukan suaminya didalam rumah, hanya selembar kertas dengan goresan tangan Danu dibawah sebuah gelas berisi susu hangat.

Sayang, aku tidak akan mengambil bunga itu untuk mu. Tapi ijinkan aku untuk menjelaskan alasannya.

Kalimat pertama ini cukup menghancurkan hati Dini, namun ia melanjutkan bacaan berikutnya.

Kamu bisa mengetik di computer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis didepan monitor, aku harus memberikan jari-jari ku untuk membantumu dan memperbaiki programnya.

Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika keluar rumah, dan aku harus memberikan kaki ku untuk mendobrak pintu dan membukakan pintu itu agar kamu bisa masuk.

Kamu suka jalan-jalan keluar kota, tapi selalu nyasar ditempat-tempat baru yang kamu kunjungi, sementara aku harus menunggu dirumah agar bisa memberikan mataku untuk mengarahkanmu.

Kamu selalu pegal-pegal saat ‘teman baikmu’ datang tiap bulannya, dan aku harus memberikan tanganku untuk memijat kakimu yang pegal.

Kamu senang diam dirumah, dan aku selalu merasa khawatir kamu akan menjadi ‘aneh’, dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu dirumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami.

Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, maka aku harus menjaga mataku agar ketika kita tua nanti, aku masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.

Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu.

Tapi sayangku, aku tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, aku tidak akan sanggup melihat airmatamu mengalir menangisi kematianku.

Sayangku, aku tau ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari aku mencintaimu. Untuk itu, jika semua yang telah diberikan tangan, kaki, dan mataku tidak cukup bagimu. Aku tidak bisa menahanmu mencari tangan, kaki dan mata lain yang dapat membahagiakanmu.

Air mata Dini terjatuh di kertas hingga membuat tintanya menjadi kabur, tapi dia berusaha untuk terus membacanya,

Dan sekarang, kamu telah selesai membaca jawaban ku. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini dan tetap menginginkanku untuk tinggal dirumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, aku sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu.

Tapi jika kamu tidak puas, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.


Dini segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri didepan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan Dini.

“Kini aku tau, tidak ada orang yang pernah mencintaiku lebih dari dia mencintaiku,” bisik hati kecil Dini.

(ya Allah aku jatuh cinta : burhan sadiq)

Kamis, 18 November 2010

the HQJ

Malam minggu selalu disambut dengan riang oleh seantero mahluk yang sedang dimabuk asmara. namun tidak bagi Satria, malam minggu justru malam penuh siksaan baginya. Bagaimana tidak, saat semua teman-temannya berdandan heboh rapi jali untuk menemui sang kekasih hati, dia malah nge-jogrog dengan sukses didepan TV plus nguatin telinga untuk ngedengerin ‘celaan-celaan’ mereka tentang dirinya.
“Sat, ikut nggak?,” Tanya Adit sembari merapikan kemejanya.
“Nggak,” singkat Satria dengan muka cuek. Peristiwa minggu lalu langsung tergambar dikepalanya, saat ia menemani Adit nge-date. Awalnya ia dijanjikan sepiring nasi goreng bila mau menemani Adit namun yang ada justru makan angin dan digigitin nyamuk, sementara Adit lupa dengan janjinya setelah bertemu sang pujaan hati.
Adit langsung pergi setelah mendengar penolakan Satria.
”Eh Sat, masih betah aja lo nge-jomblo?,” tanya Rinto basa basi yang emang bener-bener basi saat ia akan pergi.
”Nggak bosen lo tiap malam minggu cuma ngeliatin TV? Sekali-kali liat cewek donk,”
”Psst, lo masih normalkan? Tapi kok gue nggak pernah liat lo ngapel ya,”
”Malam-malam aku sendiri.... tanpa cintamu lagi howhohoho...” dan masih banyak tanya-tanya atau perkataan tidak penting yang mereka lontarkan untuk kejombloan Satria.
”Emangnya menjadi jomblo itu hina? Sampe-sampe segitu buruknya gue dimata mereka,” bisik hati Satria dengan kesal.
Setengah jam setelah kepergian mahluk-mahluk menyebalkan itu, Bowo mahluk paling unik bin ajaib datang dan seperti biasa mereka akan menghabiskan malam minggu berdua dengan menonton TV, sampai-sampai ibu kost pernah menyangka mereka, dua orang hombreng yang lagi nyari kesempatan.
”Sat, napa sih lo nggak nyari pacar, betah amat ngejomblo. Kalo lo punya pacar, kan gue juga ikutan senang ngeliatnya. Sapa tau kita bisa double date gitu,” saran Bowo.
Melihat Satria tak bergeming, Bowo melanjutkan kata-katanya, ”Sebenarnya selama ini, lo yang jual mahal atau cewek-cewek itu yang selalu nolak lo?,” dan lagi-lagi Satria tetap diam dan terus menatap TV didepan mereka.
”Woi Sat, gue nanya nih, malah dicuekin,” sungut Bowo BT.
”Lagian pertanyaan lo menistakan gue banget. Asal lo tau, gue tuh nggak pernah jual mahal, cuma tu cewek-cewek aja yang matanya ketutupan belek jadi nggak bisa ngeliat gue yang ganteng maut ini,” ucap Satria dengan narsis abis.
”Ganteng maut dari Hongkong!!!,” dengus Bowo kesal. ”Lo nggak bosen apa jadi jomblo? Masa tiap malam minggu gue harus nemenin lo nonton TV, lama-lama orang bakalan mikir kalo kita tuh homo beneran.”
”Anjrit, biar kata manusia di bumi ini cuma sisa lo, gue nggak bakal suka sama lo. Lagian sapa juga yang nyuruh lo nemenin gue, lo sendirikan yang ujug-ujug datang,” ketus Satria, sementara Bowo cuma cengar-cengir.
“Lo sendiri nggak ngaca apa? Lo sendirikan jomblo, pake ngata-ngatain gue lagi.” Sambung Satria sewot.
“Gue kan bukan jomblo semurni lo, gue punya kecengan, sering PDKT pokoknya berusahalah dalam menggaet si calon pujaan hati. Nah kalo lo, cuma duduk diem ngelamun eh ntar ujung-ujungnya depresi masuk RSJ,” bela Bowo dengan mengemukakan argumennya. “Dan kalo udah gitu, pasti gue juga yang bakalan repot harus nyisihin duit buat angkot demi nengokin lo,”
“Sialan lo,” umpat Satria kesal.
“Tapi iya juga sih, sebenarnya kita kurang apa ya? Wajah ok, senyum menawan, body cukup atletis, nurut apa kata orangtua, baik, suka menolong dan rajin menabung. Tapi kok nggak ada satupun cewek yang nyantol,” ucap Bowo sembari menerawang dengan tatapan kosong.
“Gini nih kalo kebanyakan nyium aroma ketek sendiri, jadi mabokkan lo. Lo pikir pancing, nyantol. Lagian Sejak kapan sih perut buncit lo masuk dalam kategori atletis? Ada-ada aja lo,”
Bowo tidak menghiraukan ’makian’ Satria, ”Lama-lama gue bosan juga dengan status jomblo yang selalu ngekor bagai kutukan.”
Suasana hening tercipta diantara mereka, suara wajan yang di pukul terdengar beberapa saat kemudian membuat Satria segera berlari keluar, ”Sat, mau kemana lo? Main kabur-kabur gitu,” teriak Bowo ketika Satria membuka pintu.
”Mau beli nasi goreng, gue laper dari tadi belum makan,” sahutnya cepat dan langsung menghilang dari hadapan Bowo.
Mendengar kata makanan, Bowo segera keluar mengejar Satria, ”Sat gue juga mau dong,”
”Mana duit lo?,”
”Bayarin dulu napa, itung-itungan banget lo ama gue, anggap aja lo lagi balas jasa ke gue,”
”Dasar lo, simbiosis mutualisme,” cibir Satria dan memesankan sepiring untuk Bowo.
Tukang nasi goreng itu sekilas memperhatikan mereka berdua, ”Kenapa bang? Gitu amat ngeliatinnya,” tanya Satria yang memergoki tatapan aneh si abang nasi goreng.
”Hehehe nggak papa mas, kok sepi banget mas rumahnya, berduaan aja ya?,”
”Gitu deh bang, yang lainnya lagi pada pergi malam mingguan,”
”Kok masnya nggak ikut malam mingguan juga?,”
’Huuu rese banget nih tukang nasi goreng, banyak amat nanyanya udah kayak polisi aja deh,’ dumel Satria dalam hati.
”Nggak bang dirumah aja, lagi capek,”
Tukang nasi goreng itu terlihat mengangguk-angguk, ”Capek atau nggak punya pacar mas?,”
’Anjrit, apa-apaan nih pertanyaannya menohok banget,’
”Buat apa saya pergi kalo pacar saya bisa mengunjungi saya disini?,” sahut Satria asal dengan hati dongkol. ”Lagian kalo saya pergi, ntar nasi goreng abang nggak ada yang beli,”
Sejenak wajah tukang nasi goreng terlihat kaget mendengar jawaban Satria, namun segera ditutupinya sebisa mungkin dan tidak bertanya apa-apa lagi. Dengan segera dua bungkus nasi telah berpindah ke tangan Satria dan tanpa basa basi tukang nasi goreng itu berlalu secepatnya dari hadapan Satria.
”Eh Sat, tu tukang nasi goreng kayaknya buru-buru banget jalannya, padahal tadi keliatannya santai-santai aja deh,” sambut Bowo saat Satria datang.
”Mungkin dia dapat telpon, kalo istrinya mau melahirkan,” sahut Satria dengan cuek dan segera melahap makanannya.
Sebuah bisik-bisik terdengar dari tetangga sebelah kosan yang kebetulan dapurnya nempel jadi satu dan hanya terhalang sebuah plywood tipis, ”Eh Ca, tetangga sebelah lo itu homo ya? Kok kayaknya setiap malam minggu kalo gue kesini cuma ada mereka berdua,”
”Ya kali, mana gue tau. Tapi kata ibu kostnya sih mereka cuma teman aja kok,” sahut Ica lirih.
”Kalo cuma teman kok kayaknya tadi mereka mesra banget,” suara cempreng itu terdengar lagi beradu dengan denting-denting pecah belah yang lagi di cuci.
”Masa sih, emangnya mesra gimana?,” tanya Ica penasaran.
”Cara mereka bertatapan tadi itu benar-benar mesra,”
’Mesra dari Hongkong, jangan-jangan nih anak matanya udah katarak akut,’ batin Satria dongkol.
”Hmm, Ica lagi ngomong sama siapa sih kayaknya asik banget nih, boleh ikutan nggak?,” nada suara Satria dibuat sejelas mungkin agar tu anak dua bisa tau kalo dirinya bisa mendengar yang mereka katakan tadi. Setelah itu Satria mencuci perabot makan dengan semangat berlebih hingga dua makhluk tadi khawatir kalo-kalo Satria akan menjebol dinding pembatas diantara mereka dan keesokan harinya koran-koran lokal akan mengabarkan tentang kematian dua anak SMU secara mengenaskan karena telah menuduh si pembunuh seorang homo.
Disebelah terdengar suara bisik-bisik yang jauh lebih pelan lagi, ”Biasa mas lagi ngomongin masalah tugas sekolah aja kok, hehehe kedengaran ya mas?,” terdengar jelas nada bicara Ica yang takut-takut.
”Ya gitu deh, nggak banyak kok cuma sedikit,” tidak lama kemudian terdengar suara langkah kaki Ica yang meninggalkan dapurnya diiringi gerutuan temannya.
’Rasain lo, makanya jangan ember,’ lonjak hati Satria.
”Lama amat sih lo nyuci sendok aja, nyucinya ke Cina ya?,”
”Barusan gue ngedengerin anak sebelah lagi ngomongin kita, mereka kira kita tuh homo,” sahut Satria tanpa mempedulikan cibiran Bowo.
Wajah Bowo tampak terkejut mendengarnya, ”Wah nggak bisa dibiarin nih, kita harus segera bertindak sebelum semua orang mengira hal itu benar-benar terjadi.” ucapnya panik.
”Emang lo mau ngapain? Mau marah-marah sama mereka? Udah lah biarin aja, toh itu semua juga nggak benar,”
”Nggak bisa gitu Sat, nggak bisa,”
”Trus sekarang lo maunya apa?,” tanya Satria pasrah dengan kemauan temannya yang satu ini.
”Gimana kalo besok kita ketempat mbah Kompyang?,” usul Bowo kemudian.
”Sapa tuh, kakek lo?,” tanya Satria dengan pandangan curiga.
”Sembarangan, kakek gue mah udah lama almarhum. Itu mbah-mbah yang ngebantuin Adit hingga jadi seterkenal sekarang. Dulunya sih Adit sama kayak kita bahkan lebih cupu tapi coba lo liat sekarang, ceweknya banyak ada dimana-mana,”
”Maksud lo, mbah Kompyang itu dukun?,” Bowo mengangguk cepat, ”Ogah ah, dukun kan biasanya banyak yang boong, lagian hare gene masih percaya dukun? Ada-ada aja lo,” cibir Satria dengan semangat 45.
”Kalo lo nggak mau juga nggak papa, tapi lo harus temenin gue, kali-kali aja pulang dari sana banyak cewek-cewek langsung mendekat bagai magnet ke gue, kan lo bisa ngebantuin gue,” kata Bowo narsis bin ngarep dot com.
”Please.....” rengeknya lagi dengan wajah memelas ketika tidak menemukan persetujuan di wajah Satria.
Satria menghembuskan nafas kesal, ”Iya, iya gue temenin,” ucapnya kemudian dengan pasrah.
”Nah gitu dong, itu baru namanya best friend forever,” sahut Bowo dengan gaya lebay.
Saat Bowo akan pulang, mereka melihat Ica mengantar temannya dan secara nggak sengaja pandangan mereka berempat bertemu. ”Udah mau pulang?,” tanya Satria basa basi.
”I...Iya mas, mau pulang,” jawab teman Ica terbata.
”Loh jemputannya mana? Kok nggak ada,”
”Di depan mas, ini saya mau ngantar Nina kedepan,” jawab Ica cepat karena temannya hanya menunduk memandangi jari-jari kakinya yang mengintip tanpa berani mengangkat wajahnya melihat Satria atau Bowo.
”O... bareng gue aja, kosan gue kan didepan sana, daripada Ica bolak-balik,” ajak Bowo sumringah.
Bukannya menyetujui, tuh cewek jadi makin pucat. Mungkin hati kecilnya berbisik, ’Tuhan tolong, aku masih ingin hidup. Aku janji lain kali tidak akan nge-gosip lagi. Tolong Tuhan, tolong aku kali ini, jangan biarkan makhluk didepan hamba ini mendekati hamba.’
Dan dalam waktu singkat doanya dikabulkan, ”Itu jemputan saya datang, Ica gue pamit ya, duluan mas,” cewek yang bernama Nina itu langsung naik keboncengan motor yang berhenti tepat didepan mereka dan segera meninggalkan Bowo yang memasang wajah kecewa.
”Mas, Ica masuk dulu ya,” pamit Ica kemudian, Satria mengangguk mengiyakan.
”Untuk kesekian kalinya gue kembali gagal mendekati cewek,” ucap Bowo lirih dan berjalan gontai meninggalkan Satria yang geleng-geleng melihat tingkahnya.


*****

”Wo, sebenarnya lo tau nggak sih dimana tempatnya? Kita tuh udah sejam lebih ngiterin daerah ini tapi nggak ada rumah satupun yang kita temukan. Pegel nih gue.” mereka berangkat dari kost sejak pagi dan sampe rumah didaerah itu saat matahari telah berada dipuncak, dan sekian lamanya mereka berjalan, sejauh mata memandang yang terlihat hanya pohon, pohon dan pohon.
”Gue tau kok, kan udah dikasih denahnya ama Adit,” jawab Bowo santai walaupun peluh telah membanjiri tubuhnya.
”Denah??! Jadi lo belum pernah kesini?!,” tanya Satria terkejut setengah mati.
”Belum,”
”Gila lo ya, gue pikir lo udah pernah kesini. Gimana kalo ternyata Adit salah ngasih denah atau lo nya yang nggak bisa baca denah Adit? Kita bisa mati disini tanpa ada seorang pun yang tau,” Satria semakin uring-uringan nggak jelas, kini rasa letihnya semakin bertambah-tambah.
”Jangan kayak cewek gitu dong, namanya juga mencari cinta, jadi sedikit pengorbanan nggak masalah dong,”
”Sedikit pengorbanan pale lo pitak, kita ini udah semakin jauh kedalam hutan dan sampe sekarang nggak juga nemu rumah atau orang, dan lo bilang ini pengorbanan?,”
”Parah lo Wo, bener-bener parah. Cuma gara-gara jomblo otak lo jadi karatan hingga nggak bisa lagi berfikir jernih.” sambung Satria lagi, ia benar-benar kesal pada Bowo, ingin rasanya ia mencabut pohon paling gede di dekatnya dan melemparkannya ke Bowo.
”Kalo lo marah-marah terus, sampe taon depan juga kita nggak bakalan nemu tu tempat. Jadi sekarang lo diem aja dan ikutin gue, gue yakin kok di depan sana kita bakal nyampe dirumah mbah Kompyang. Ok,” Bowo berusaha menenangkan Satria, walaupun sebenarnya hatinya kebat kebit, takut kalo-kalo Satria benar bahwa dialah yang nggak bisa baca denah dari Adit.
”Ogah, ntar bukannya nemu tu rumah yang ada kita berdua malah tambah nyesat di hutan dan nggak bisa keluar dari sini. Gue mau balik aja,” Satria tampak berbalik untuk pulang namun sosok tua jelek yang berdiri di depan sana membuatnya mengurungkan niat.
Melihat Satria berdiri tak bergerak dan tak bersuara membuat Bowo membalikkan tubuhnya, ekspresi terkejut langsung tergambar jelas diwajahnya. ”Sat, siapa tuh? Serem amat mukanya,” lirih Bowo tepat ditelinga Satria yang masih terpaku. Ntah sejak kapan sosok itu ada, Bowo pun tak menyadarinya. Satria hanya menggeleng tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Lelaki tua itu berpakaian hitam-hitam, di pipi kanannya terdapat bekas luka yang memanjang, matanya memancarkan suatu keanehan, dan ditangannya sebuah sabit tergenggam erat makin menambah kesan seram.
Sosok itu terlihat mendekat, membuat Satria dan Bowo mundur beberapa langkah kebelakang, ”Kalian ini siapa dan mau apa dihutan ini?,” tanya orang itu lantang saat hanya berjarak dua langkah dari arah mereka, membuat nyali mereka semakin menciut.
”Ka...Kami mencari rumah Mbah Komyang,” sahut Bowo dengan gugup dan bersembunyi dibelakang Satria.
Mata lelaki tua itu tampak membulat mendengar jawaban Bowo, ”Mau apa kalian mencarinya?,”
”K... Ka..Kami dengar... mbah Kompyang bisa bantu kami..... mendapatkan pacar,” mendengar jawaban Bowo, orang itu malah tertawa terbahak-bahak dengan suara yang memekakkan telinga.
”Huahahahaha wkwkwkwkwk ohok ohok ohok... pasti yang ngasih tau kalian si Adit!,” tebaknya cepat.
Bowo mengangguk mantap, ’Wuih, jangan-jangan orang ini Mbah Kompyang. bener-bener sakti, dia bisa tau kalo Adit adalah sumbernya,’ pikir Bowo takjub.
Sementara Satria cuma ngedumel dalam hati karena jigong tu bapak sedari tadi mampir di mukanya dengan sukses, ’Tau gini mending tadi aku bawa payung, gila mana tuh jigong bau banget lagi kayak seminggu nggak gosok gigi,’
”Terus kalian percaya gitu aja sama Adit?,” tanya pak tua itu lagi sambil terus terkekeh.
”Percaya dong mbah, buktinya Adit sekarang ceweknya banyak,” sahut Bowo dengan yakin.
Bukannya ngejawab, tuh bapak malah ngakak sejadi-jadinya, ”huahahaha wkwkwkw ohok ohok,”
’Mudah-mudahan ada burung yang lagi terbang terus parkir ditenggorokannya,’ doa Satrio dengan sadis, ia benar-benar kesal dengan hujan lokal yang selalu bermuncratan kemukanya.
”Mbah... mbah... mbah udah dong ketawanya ntar takutnya keterusan nih,” ucap Bowo dengan mimik yang khawatir, dia berpikir nih bapak jangan-jangan jelmaannya si om genderuwo lagi doyan amat ketawa keras-keras.
”huehehe iya.. iya... abis kalian lucu sih,” tu bapak mulai ngerem ketawanya, ”Kalian sudah ditipu Adit, saya sama sekali bukan dukun.” sambungnya lagi.
”Loh terus kalo mbah ini bukan dukun kok bisa tau kalo Adit yang ngasih tau kami tentang mbah?,” tanya Bowo keheranan.
”hehehe Adit itu cucu saya dan karena saya tinggal dihutan seperti ini dia selalu saja mengatakan saya mirip dukun yang selalu saja tinggal menyepi jauh dari keramaian. Dan kalian bukan orang pertama yang mencari saya,” jawab orang itu dengan terkekeh.
Bowo yang mendengar pengakuan jujur si mbah hanya bisa terperangah, ”Sebaiknya sekarang kalian pulang saja sebelum sore, karena kalo sore di sini akan gelap dan kalian akan kesulitan mencari jalan pulang.”
Satria bergeser kesamping untuk menghindari hujan lokal yang sedari tadi menerornya terus menerus.
”Ta... tapi kok sekarang Adit bisa punya banyak cewek? Padahal dulukan dia cupu banget,” tanya Bowo masih tidak percaya.
”Nama cewek-cewek itu Dina, Nadia, Sofi, Aira dan Sinta?,” bukannya menjawab, mbah Kompyang malah balik nanya.
Bowo terkejut mbah Kompyang bisa tau sedetail itu, ”Tuh kan si mbah orang hebat, buktinya bisa tau nama cewek-cewek Adit,”
”Huahahahaha wkwkwkwkwkwk.....” lagi-lagi si mbah ngakak dan kali ini makin keras, membuat Satria BT dan berpikir untuk mencabut pohon terdekat dengannya untuk menutup asal dari hujan yang masih selalu mampir ke wajahnya.
”Aduh, please deh mbah, bisa nggak sih kalo nggak ngakak?,” tanya Bowo lebay. Ia sudah letih mendengar tawa si mbah yang selalu over.
”Huehehehe maaf, maaf. Jelas aja saya tau, lah wong cewek-cewek itu juga cucu saya huahahaha wkwkwkwkwk,”
”Ja... jadi mbah ini..... bukan.....” Bowo langsung terduduk ditanah sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya. Rasa letih yang sedari tidak dirasa, kini seakan menggantung ditubuhnya dengan amat sangat.

*****

keutamaan tersenyum ^_^

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu“.

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan tersenyum dan menampakkan muka manis di hadapan seorang muslim, yang hadits ini semakna dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang lain, “Janganlah sekali-kali engkau menganggap remeh suatu perbuatan baik, meskipun (perbuatan baik itu) dengan engkau menjumpai saudaramu (sesama muslim) dengan wajah yang ceria“.

Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:

- Menampakkan wajah ceria dan berseri-seri ketika bertemu dengan seorang muslim akan mendapatkan ganjaran pahala seperti pahala bersedekah.

- Keutamaan dalam hadits ini lebih dikuatkan dengan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, sebagaimana yang disebutkan oleh sahabat yang mulia, Jarir bin Abdullah al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melarangku untuk menemui beliau sejak aku masuk Islam, dan beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memandangku kecuali dalam keadaan tersenyum di hadapanku“.

- Menampakkan wajah manis di hadapan seorang muslim akan meyebabkan hatinya merasa senang dan bahagia, dan melakukan perbuatan yang menyebabkan bahagianya hati seorang muslim adalah suatu kebaikan dan keutamaan.

Adapun tersenyum dan menampakkan wajah ceria, maka ini lebih utama dari semua perbuatan tersebut (di atas). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu“. Dan Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memandangku kecuali dalam keadaan tersenyum“.

Inilah akhlak (mulia) dalam Islam, dan kedudukan yang paling tinggi (dalam hal ini) adalah orang yang selalu menangis (karena takut kepada Allah) di malam hari dan selalu tersenyum di siang hari. (Dalam hadits lain) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu tidak akan mampu berbuat baik kepada semua manusia denga hartamu, maka hendaknya kebaikanmu sampai kepada mereka dengan keceriaan (pada) wajahmu“.

Ada hal lain (yang perlu diingatkan) di sini, (yaitu) sepatutnya bagi orang banyak tertawa dan tersenyum untuk menguranginya (agar tidak berlebihan), dan mencela dirinya (dalam hal ini), agar dia tidak dijauhi/dibenci orang lain. Demikian pula sepatutnya bagi orang yang (suka) bermuka masam dan cemberut untuk tersenyum dan memperbaiki tingkah lakunya, serta mencela dirinya karena buruknya tingkah lakunya, maka segala sesuatu yang menyimpang dari (sikap) moderat (tidak berlebihan dan tidak kurang) adalah tercela, dan jiwa manusia mesti sungguh-sungguh dipaksa dan dilatih (untuk melakukan kebaikan)”.^_^

(harmoni islam on facebook)

larangan mengintip kedalam rumah orang lain

Sering kita jumpai orang-orang yang jahil tentang tuntunan syari'at, karena terdorong rasa ingin tahu, ia mengintip ke dalam rumah orang lain. Baik karena salam yang tak terjawab, atau hanya sekedar iseng. Mereka tidak menyadari, bahwa perbuatan seperti ini diancam keras oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Beliau bersabda:

"Sekiranya ada seseorang yang mengintip rumahmu tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu hingga tercungkil matanya, maka tiada dosa atasmu". (H R, Al Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Sahal bin Saad As Sa'idi Radhiyallahu 'anhu, ia mengabarkan bahwasanya seorang laki laki mengintip pada lubang pintu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu, Beliau tengah membawa sebuah sisir yang biasa Beliau gunakan untuk menggaruk kepalanya. Ketika melihatnya, Beliau bersabda: "Seandainya aku tahu engkau tengah mengintipku, niscaya telah aku lukai kedua matamu dengan sisir ini". Beliau bersabda: "Sesungguhnya permintaan izin itu diperintahakan untuk menjaga pandangan mata." (H R, Al Bukhari dan Muslim)


(harmoni islam on facebook)

jangan mau 'hanya' jadi biasa

Kalau mau direnungkan, mana ada sih manusia biasa? Meskipun judul lagunya saat ini lagi nge-tren dan seolah-olah manusia biasa memang eksis di dunia ini, tapi faktanya... tidak ada manusia yang biasa-biasa saja.

Otak manusia saja mengandung lebih dari 100 juta sel syaraf, dan itu dibawa kemana-mana dengan enteng, tiap manusia punya ”benda” yang menakjubkan ini di kepalanya, belum lagi bicara jantung manusia, berdenyut rata-rata 10.000 kali per hari, Steven Vogel, seorang perekayasa dari Duke University di Amerika, menyatakan bahwa jantung manusia takkan pernah dapat ditiru. Itu baru berbicara tentang 2 organ vital yang pasti dimiliki manusia hidup, belum bicara tentang hal lainnya tentang diri manusia. Lalu, mengapa ada manusia yang “biasa-biasa saja” dan ada juga manusia yang “luar biasa”?

Tentunya, hal ini terlepas dari keadaan alamiah manusia itu sendiri yang memang sudah didesain luar biasa oleh Sang Pencipta. Kita menjadi biasa-biasa saja ketika kita tidak mampu mendayagunakan ke-luar biasaan kita, padahal tiap manusia memiliki potensi luar biasa yang berbeda-beda, ada yang luar biasa di bidang hitung-hitungan, ada yang luar biasa di bidang seni, ada pula yang luar biasa di bidang bahasa dan sastra, serta banyak bidang lainnya.

Mungkin seorang penyanyi bersuara emas hanya menjadi “biasa-biasa saja” ketika dia bekerja menjadi buruh pabrik, mungkin seorang penulis jenius akan menjadi “biasa-biasa saja” karena dia terlalu sibuk mengerjakan profesinya sebagai dokter hewan.

So, bagi siapapun yang masih merasa dirinya biasa-biasa saja, berhati-hatilah! Temukan segera “tempat” di mana kita seharusnya menjadi manusia luar biasa, karena Tuhan tidak menciptakan kita untuk menjadi biasa-biasa saja.

Jangan rendahkan diri dengan ”hanya” menjadi manusia biasa, kalau sebenarnya dalam diri kita sudah ditanamkan banyak hal luar biasa!

(annida online)