ulie said

TiDak AdA mAnuSiA YanG Bod0H
yAnG aDa HanYa MaNusIa yANg MalAS

Senin, 26 April 2010

cahaya hati ibu

“ce, maaf ya aku ga bisa ngantar kamu. Aku harus cepat pulang, anakku lagi sakit.” Kata Mirna dengan mimik menyesal karena membiarkan ice pulang sendiri malam ini.
“Ga papa mir, saya bisa naik angkot atau ojek kok,” jawab Ice dengan senyum yang tidak pernah pudar dari bibirnya.
“Klo gitu aku duluan ya Ce!’” pamit Mirna tidak lama kemudian.
Malam ini Ice dan Mirna memang harus lembur menyelesaikan beberapa pekerjaan yang benar-benar mepet waktunya, namun Mirna harus pulang lebih dulu karena anaknya sedang sakit. Dan karena sudah tidak ada siapa-siapa lagi Ice terpaksa cari angkot atau ojek sendirian.
“Mau kemana neng, kok sendirian aja. Kita temenin ya…” beberapa orang preman yang mabuk mendekati Ice.
“Kok diem aja sih, sama kita ga usah takut kaleee neng.” Kata preman yang jangkung.
Ice semakin ketakutan dan memeluk erat tasnya.” Ya Allah, apa yang harus kulakukan, bantulah dan lindungilah hamba-Mu ini…” bisik hati Ice.
“Psst, jangan gitu dong, kan kasian. Liat tuh mukanya udah pucat. Kalian sudah menakutinya…. Ha….ha….” kata preman yang berambut gondrong. Tidak lama kemudian ketiga preman itu sudah mengelilingi Ice yang semakin ketakutan.
“Tolong kang, jangan ganggu saya. Akang boleh ambil tas saya tapi tolong biarkan saya pergi. Tolong kang!!!.” Kata Ice dengan memelas, namun preman-preman itu tidak mengindahkan Ice. Mereka langsung membawa Ice kesemak-semak dan melucutinya.

*****

Dua tahun kemudian.
“Ce, sepertinya akhir-akhir ini wajah kamu terlihat pucat, kamu sakit? Kalo sakit istirahat aja dulu.” Tanya Mirna saat melihat wajah Ice yang sering pucat.
“saya ga papa Mir, mungkin cuma kecapean biasa aja,” sahut Ice dengan lembut.
“O gitu….. eh Ce, hari minggu nanti kamu datang kerumah ya, Reza ultah. Ya acara kecil-kecilan aja sih,” kata Mirna tidak lama kemudian.
“Insya Allah Mir, emangnya ultah yang keberapa?,”
“Yang ke-4,” dering telepon menghentikan obrolan mereka. Tidak lama kemudian Mirna pergi keruang pimpinan untuk memberikan dokumen yang diminta.

*****

“Ce, akhir-akhir ini kamu sering banget sakit. Udah coba periksa kedokter? Siapa tau ada penyakit, daripada ntar tambah parah.” Kata Marsya teman kontrakan Ice sembari menyelimutinya yang demam.
“Saya ga papa Sya, mungkin cuma kecapean aja. Sya bisa minta tolong telponkan Mirna, tolong kasitau dia bahwa saya tidak bisa masuk hari ini soalnya lai ga enak badan.”
Dengan segera marsya pun menghubungi Mirna teman kantor Ice.” Kata Mirna kamu istirahat aja, kalo besok masih sakit ga usah kerja aja, nanti dia yang ngomong ke bos mu.”
“Ce, makan dulu baru tidur. Kamu kan belum makan dari tadi,” kata Sari dengan membawa bubur yang baru selesai dimasaknya.
“nanti aja Ri, aku ngantuk,”
“Makan dulu, biar sedikit. Ayo buka mulutnya…” kata Sari menyuapi Ice seolah menyuapi anaknya. Ice pun tersenyum melihat tingkah Sari dan membuka mulutnya.
“Besok ga usah kerja dulu karena mas Dedi akan datang special untuk memeriksamu,” kata Nita dengan sumringah.
“Meriksa Ice sih cuma alasan doing, tujuan utamanya biar kalian bisa ketemuankan?!,” tebak Marsya cepat.
“Huehehe….. Marsya tau aja.” Ice merasa sakitnya berkurang, melihat perhatian tiga orang teman serumahnya itu.
Sari kembali menyodorkan sendok berisi bubur namun Ice menolak,” Klo masih mau rebut mending keluar. Ice harus istirahat.” Kata Sari saat melihat Marsya dan Nita akan melanjutkan ‘adu mulut’ mereka.
“Ce, istirahat ya. Kalo ada apa-apa kami ada diluar kok.” Pesan Nita sebelum keluar kamar.
Ice hanya mengangguk,” Ya Allah, terima kasih Engkau tlah mengirim mereka untuk tinggal serumah denganku, “bisik hati Ice.
Keesokan harinya Ice yang masih demam diperiksa oleh Dedi,” sudah berapa lama demamnya?,”
“Mulai kemarin sih, tapi beberapa bulan ini Ice jadi sering demam tanpa sebab,” sahut Nita mewakili teman-temannya.
“Untuk sementara saya kasih resep ini dulu, kalo udah baikan, mungkin bisa dicoba untuk tes dilaboratorium, siapa tau ada penyakit dalam yang sulit dideteksi.” Dedi segera memberikan sehelai kertas pada Nita.
“Kalian cuma berdua? Yang lain mana?,” sambung Dedi saat menyadari tak ada orang selain kami.
Nita yang merasa senang dengan kunjungan Dedi langsung menjawab dengan riang,” Yang lain lagi pada kerja, aku sendiri hari ini lagi ga ada mata kuliah,” Dedi hanya mengangguk-angguk. Dedi dan Nita baru beberapa bulan jadian. Dedi adalah seorang mahasiswa kedokteran yang lagi magang disebuah rumah sakit.
Beberapa hari kemudian Ice mulai membaik dan ia pun mengikuti saran Dedi untuk tes kesehatan disebuah laboratorium. Namun, hasilnya jauh dari perkiraan, bahkan untuk lebih memastikannya Ice pun kembali melakukan serangkaian tes, namun hasilnya tetap sama dan tetap mengerikan…… positif HIV. Ice hanya bisa menangis dan menangis serta mengingat kejadian malam mengerikan itu.
Setelah pemeriksaan itu Ice lebih banyak diam, badannya pun semakin menyusut. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang kampung dan berhenti bekerja. Saat surat pengunduran dirinya diserahkan, semua teman-temannya menanyakan sebab kepergiannya. Dengan berusaha tetap tabah dan tersenyum, Ice hanya menjawab, “Kasihan pada ibu yang sekarang hidup sendirian karena adik ikut suami kekota lain,”
Teman-teman kantor dan dirumah kontarakan pun akhirnya memaklumi, walau berat tapi Ice berusaha tabah dan tetap tersenyum, ia tidak ingin seorang pun dari temannya mengetahui penyakitnya.

*****


Semenjak kepulangannya, Ice pun semakin sering sakit. Ibunya merasa heran dan bingung dengan keadaan Ice, bahkan tetangganya pun mulai bergunjing yang tidak-tidak mengenainya.
“Jangan-jangan waktu dikota, Ice bekerja yang bener gitu. Jadi dia tertular penyakit seperti Narti anaknya ibu Imah.” Ucap seorang ibu kepada ibu-ibu lainnya yang ada dipasar.
“Maksud bu Joko penyakitnya ‘anak nakal’ gitu?’” Tanya ibu yang lain pada si pembuat gosip, yang tak lain adalah bu Joko.
“Ya gitu deh, ibu-ibukan tau apa pekerjaan Narti dulu waktu dikota, dan jenis sakit apa yang diderita Ice mirip dengan sakitnya Narti,” sahut bu Joko dengan heboh. Semakin lama gosip itu semakin tersebar dan semakin banyak orang yang menggunjingkan Ice.
Ibu Ice hanya berusaha bersabar dan tabah menghadapi sikap orang-orang dikampungnya. “Bu, maafin Ice ya, pulang-pulang bukan bikin ibu senang malah membebani ibu dengan penyakit dan gunjingan orang-orang.” Kata Ice dengan berlinangan airmata menatap ibunya.
“Kamu seperti tidak tau saja gimana tabiat orang-orang disini. Sudahlah tidak usah difikirkan, toh ibu tidak merasa terbebani, kamukan anak ibu jadi sudah seharusnya ibu merawat kamu saat sakit,” kata ibunya dengan lembut.
“Bu, Ice memang sakit, bisa dibilang parah dan kemungkinan umur Ice tidak akan lama.”
“Kamu tidak boleh berkata seperti itu nak, separah apapun penyakit yang diderita oleh manusia tapi kalo Allah SWT belum menghendakinya, maka orang itu akan tetap hidup.”
“Bu, Ice mau cerita sesuatu yang Ice rahasiakan dari siapapun kecuali Allah SWT….” Ice pun mulai menguatkan diri untuk menceritakan peristiwa naas itu pada ibunya.
“Tiga tahun yang lalu, sepulang kerja, Ice…. Ice….diperkosa tiga orang preman bu. Saat itu Ice lembur dan pulang sekitar 22.30. ketika Ice menunggu kendaraan yang lewat, preman-preman itu datang dan memperkosa Ice bu.” Cerita Ice dengan wajah bermandikan airmata. Ibunya yang sejak tadi terlihat menyimak tak urung ikut menangisi kemalangan anaknya.
“Sejak peristiwa itu Ice selalu berharap dan berdoa agar tidak terjadi hal-hal yang lebih mengerikan lagi. Namun, setahun kemudian Ice mulai sakit-sakitan, hingga seorang teman menyarankan untuk tes ke laboratorium dan ternyata hasilnya…….. HIV positif. Salah satu preman itu telah menularkannya pada Ice….” Airmata Ice semakin deras, peristiwa naas itu kembali menari-nari dibenaknya.
“Sungguh berat beban yang menimpamu nak. Tapi kamu harus tetap tabah dalam menjalaninya karena ibu yakin dibalik semua itu ada hikmah yang tersembunyi dan ibu pun yakin Allah SWT pasti sangat menyayangimu hingga Ia mengujimu dengan peristiwa ini, Ia ingin tau seberapa kuat imanmu nak,”
“Ibu tidak takut tertular?’,”
“Buat apa takut sama sebuah penyakit, ibu hanya takut pada Sang Pencipta. Ibu juga tidak malu dengan gunjingan orang-orang , toh itu tidak semuanya benar. Bagi ibu, kamu tetap anak ibu yang paling baik, cantik dan suci. Jadi kamu tidak perlu memikirkan omongan orang lain.” Seru ibunya dengan bijaksana.
Ice pun langsung memeluk ibunya dengan penuh kasih sayang, “Makasih ya bu, udah mau nemenin dan ngerawat Ice serta tidak merasa malu terhadap omongan-omongan orang,” bisik Ice ditelinga ibunya.
“Makasih juga karena Ice mau jadi anak ibu yang baik dan taat pada semua perintah Allah SWT serta hormat pada orangtua,” balas ibunya sembari tersenyum tulus diiringi linangan airmata.
“Ya Allah, terima kasih karena Engkau memberikan ibu yang teramat sangat baik untukku. Terima kasih ya Allah…” syukur Ice dalam hati.

*****

Tidak ada komentar: