ulie said

TiDak AdA mAnuSiA YanG Bod0H
yAnG aDa HanYa MaNusIa yANg MalAS

Kamis, 17 November 2011

Nasib Kaum Terpinggirkan

Bagaikan lagu lama yang diaransemen berulang kali, seperti itulah keadaan Indonesia, tepatnya Kaltim daerah perbatasan. Pemerintah dari jaman nggak enak sampai jaman enak sampai kembali lagi jadi nggak enak tetap saja OMDO a.k.a omong doang!!!! Didaerah perbatasan sana paling tidak 9 kecamatan yang terisolasi. Diperbatasan Kubar, ada Long Apari dan Long Pahangai. Keduanya benar-benar terisolasi, transportasi yang bisa kesana hanyalah melalui jalur udara dan darat. Tidak ada ketergantungan pada Negara atau daerah lain karena benar-benar jauh dan terisolir. Sementara di perbatasan Malinau ada 5 kecamatan. Kayan Hulu, Kayan Hilir, Bahau Hulu, Kayan Selatan, Pujungan. Sarana transportasi kedaerah itu melalui udara dan sungai. Sangat ketergantungan dengan Negara Malaysia. Hal ini disebabkan, akses ke Negara tetangga jauh lebih mudah daripada akses ke pasar dinegara sendiri. Diperbatasan Malinau sendiri semua bahan sehari-hari dipasok dari Malaysia. Belum lagi harga untuk BBM yang benar-benar melambung dimana harga normal premium sekitar Rp. 5000- Rp. 6000an namun didaerah ini mencapai hingga Rp. 25.000 per liter. Belum lagi bila Negara tetangga sedang ‘tidak mood’ maka warga dibatasi seluruh jumlah belanjaannya. Namun, bila sedang ‘mood’ maka warga diperbolehkan berbelanja sebanyak yang mereka mau tanpa dibatasi. Dan di perbatasan Nunukan ada 8 kecamatan. Krayan, Lumbis, Nunukan, Sebatik, Krayan Selatan, Sebuku, Nunukan Selatan, Sebatik Barat. Sarana transportasi yang ada disana hanya jalur udara. Seperti 5 kecamatan di Malinau, daerah di perbatasan Nunukan ini pun sangat bergantung pada ‘kebaikan’ hati Negara tetangga karena akses yang lebih mudah dibanding ke Negara sendiri. Hal ini dikarenakan sudah terbangun jalan sepanjang 160 KM dari Serawak. Pemerintah sendiri terkesan ogah-ogahan dalam menyelesaikan masalah perbatasan ini. namun mereka akan menjadi ‘berang’ saat Negara tetangga telah mencaplok wilayah perbatasan ini. Borneo Of Heart, selalu saja itu yang dikatakan pemerintah. Dan selalu saja hal itu yang menjadi alasan pemerintah tidak juga membangun sarana dan prasarana serta infrastruktur daerah perbatasan. Adri Patton, Kepala Badan Pengelola Perbatasan Kaltim, berkata, “Buat apa ada Heart Of Borneo kalau masyarakat sekitar sengsara.” Daerah-daerah perbatasan bukan hanya kesulitan untuk memperoleh bahan-bahan pokok sehari-hari, tapi juga minim fasilitas pendidikan. Perpustakaan reyot dan rumah guru pun sangat menyedihkan. Sebuah istilah yang ‘melekat’ dibenak warga perbatasan (saking seringnya pejabat datang namun tidak mengubah apa pun yang ada disana), Begitu pejabat naik pesawat maninggalkan Krayan, apa yang dibicarakan sebelumnya langsung lepas dari pikiran si pejabat. Mungkin yang terbaik adalah melepaskan mereka, bila pemerintah memang tidak mampu untuk ‘mengemong’. Daripada tetap dipertahankan namun mereka selalu saja diabaikan hingga kehidupan mereka jauh dari kata standar. Mereka seakan hanya dijadikan bagian pelengkap tanpa sedikit pun dipenuhi apa keinginannya, meskipun itu hanya membangunkan sebuah akses ke kota dinegara sendiri. (sumber: harian Kaltim post)

Tidak ada komentar: