Satu lagi kisah dari banyak
kisah yang kutemukan di sekitar hidupku tentang poligami yang memilukan dan
salah kaprah.
Seorang wanita yang tidak
lagi muda, berusia ±
40an, harus hidup bersama 3 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Sementara sang suami, tertawa-tawa bahagia
dalam pelukan wanita lain yang nota bene adalah istri barunya.
Belum lagi keresahannya akan
hidup sendiri menghidupi ketiga anaknya selesai, ia pun masih harus berpusing-pusing ria manakala
si sulung mengalami cedera. Pangkal lengannya membengkak gara-gara menabrak
tiang besi net disebuah lapangan ketika sedang bermain-main..
Wanita ini begitu panik
melihat bengkak yang membesar ditangan sang buah hati, dan karena terkendala
biaya, ia harus puas memeriksakan kesehatan anaknya di puskesmas daerah
setempat.
Bisa ditebak, bagaimana peningnya wanita itu ketika
menghadapi persoalan yang begitu pelik. Karena selain memikirkan biaya
pengobatan untuk sang anak, ia juga masih harus ‘bergelut’
dengan urusan makan sehari-hari yang sebelumnya juga sudah begitu sulit.
Suaminya? Ntah, apakah lelaki itu mendengar kesusahan
istrinya namun cuek saja karena masih asyik dengan status pengantin barunya atau memang benar-benar
tidak tau menahu tentang anaknya.
Membicarakan masalah poligami
sama seperti ngomongin cewek, nggak pernah ada habis-habisnya untuk selalu
dibahas. Selalu saja ada hal ‘menarik’ didalamnya. Ibarat bawang yang meski
kulitnya tipis namun banyak lapisan yang dapat dikupas.
Agama memang tidak melarang
poligami, namun meskipun tidak dilarang syarat-syarat nya pun berat bahkan
sangat berat. Salah satunya, adil. Bagi sebagian orang menganggap enteng syarat
utama ini. dibenak mereka adil berarti tetap menafkahi kebutuhan istri
sebelumnya. Hanya itu, tidak lebih. Padahal, adil yang dimaksud disini lebih
dari itu.
Apakah adil namanya bila
seorang lelaki memberi ‘tunjangan’ yang sama besarnya setiap bulan sementara
istri yang satu memiliki anak 5 dan istri yang lainnya memiliki 1 anak saja?
Tidak, itu bukan adil tapi
justru penyiksaan.
Ya, penyiksaan secara tidak
langsung. Sekarang coba pikir, misal perbulan seorang pria memberikan uang
belanja dan pendidikan perbulan masing-masing Rp. 1.000.000,- . untuk istri
yang memiliki satu anak saja pasti akan sangat mudah mengatur dan menggunakan
uang tersebut karena yang dibiayai hanya satu orang anak plus satu suami.
Sementara untuk istri yang
memiliki 5 orang anak, pastilah akan keteteran dan kebingungan, memikirkan
bagaimana caranya agar uang yang ada cukup untuk biaya makan selama sebulan dan
biaya sekolah anak-anaknya yang 5 orang tadi.
Dua contoh diatas hanyalah
segelintir dari kesalah kaprahan pelaku poligami, diluar sana masih begitu
banyak contoh-contoh lain yang mungkin saja lebih memiriskan hati dan perasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar